Monday, July 11, 2011

Resensi Buku : Image Jepang : Jepang di Mata Orang Indonesia

Sudah banyak buku tentang Jepang, orang Jepang dan kultur Jepang terbit dalam bahasa Indonesia. Dari yang bersifat populer hingga yang berupa kajian ilmiah, semua mengupas semua mengupas keunikan-keunikan ras bermata sipit ini. Terutama karena fakta bahwa bangsa ini mampu bangkit dalam waktu singkat setelah sama sekali terpuruk usai Perang Dunia II.

Buku ini bukan semacam bedah ilmiah tentang Jepang. Isinya sekitar pandangan serta kesan tujuh pengarang, budayawan, dan seniman Indonesia tentang "negeri matahari terbit" itu berikut manusia-manusianya. Menarik, karena di antara sisi-sisi pendapat pribadi ini masih ada benang merah yang dapat memberi pemahaman umum pada kita tentang apa siapa orang Jepang sesungguhnya.

Lihat saja pandangan dan kesan Didik Nini Thowok. Banyak sekali hal yang diungkap seniman tari dan koreografer ini tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada manusia Jepang yang penuh resepek pada orang lain, sangat disiplin, serius, dan pekerja keras. Hal serupa jadi kesan sutradara dan Direktur Artistik Teater Garasi, Yudi Ahmad Tajudin.

Rata-rata penulis yang menyumbangkan pendapatnya di buku ini pernah bertandang ke Jepang. Yang unik, Nirwan Ahmad Arsuka melontarkan pandangannya sebagai "orang luar' yang belum pernah menjejakkan kaki di negeri itu. Ia menilai Jepang merupakan satu dari sejumlah negeri yang kita seperti sudah ada di sana meski belum pernah ke sana. Ia memulai kesan itu dari pengalamannya dengan motor Honda - satu simbol kemampuan Jepang merajai bidang otomotif.

Agaknya semua sepakat bahwa orang Jepang memang manusia-manusia serius, berdisplin tinggi , dan gila kerja. Saking gilanya, mereka sanggup menekuni pekerjaan sampai 18 jam sehari. Mereka juga orang-orang sopan yang punya tata krama dalam berhubungan dengan orang lain. Malah Jepang disebut-sebut sebagai bangsa yang tidak menyelaraskan tradisi dan modernisasi.

Namun yang lebih penting lagi, tujuan penerbitan ini agaknya tercapai. Seperti dinyatakan Kazuo Ando, pemimpin The Japan Foundation, dalam pengantarnya, buku ini cukup memberi pemahaman yang lebih dinamis tentang Jepang.

Judul Buku : Image Jepang, Jepang di Mata Orang Indonesia
Penulis : Yudi Ahmad Tajudin dkk
Penerbit : The Japan Foundation,
Jakarta, vi + 126 halaman

Sunday, July 10, 2011

Teknik Membuat Resensi Buku

Untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah umum yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku. Di antaranya :

  1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latar belakang pendidikan kita (hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus). Ini terkait dengan "otoritas ilmiah". Hal ini tidak berarti membatasi atau melarang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
  2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya sehingga tidak mengundang rasa penasaraan. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan sekedar berbagi ilmu) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan mislanya lewat blog (jurnal personal).
  3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awa mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut : Judul Karya Resensi-Judul Buku : Penulis : Penerbit : Harga : Harga : Tebal:
Tahap-tahap pengerjaan :
  1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
  2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal :
  • Informasi awal buku (seperti formati di atas)
  • Tentukan judul yang menarik dan provokatif
  • Membuat ulasan singkat buku. Deskripsi garis besar buku
  • Memberikan penilaian buku (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku
  • Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
  • Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca
  • Mengkoreksi karya resensi. Mengkoreksi kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
Tahap publikasi :
  1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
  2. Menyertakan cover halaman depan buku
  3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebalumnya. Peresensi perlu mengengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi ilmu (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Sungguh mulia bukan?

Tujuan Menulis Resensi Buku

---dan ...kebahagiaan akan berlipat ganda jika dibagi dengan orang lain-- (Paulo Culho dalam novel "Di Tepi Sungai Piedra")

Tulisan ini merupakan karya Yon's Revolta seorang penulis kawakan di dunia maya, yang dipublish pada tanggal 13 Februari 2008

Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet padangan. Mereka juga akan mengerti informasi selain yang dipikirkannya selama ini, referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Dan inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, hasilnya, mereka tidak akan berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Serta punya potensi dan kecendrungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.


Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tidak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan meresensi buku. Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat.

Berikut ini tujuan meresensi buku :
  1. Membantu pembaca / publik yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku. Dengan adanya resensi, pembaca setidaknya bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungannya.
  2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur).
  3. Mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tak bisa mendapat informasi yang demikian, peresensi juga tetap bisa mengandalkan misalnya mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang biasanya terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dan pemberitaan media tidak jadi soal.
  4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilakan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya "jam terbang" tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut, kalau tidak biasanya juga menghadirkan buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan memperkaya wawasan pembaca nantinya.
  5. Bagi penulis buku yang diresensi, bisa sebagai masukan yang berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi juga menyoroti soal font (jenis huruf), mutu cetakan dsb.