Saturday, October 29, 2011

Mengenal Kabupaten Karimun Lebih Dalam

Resensi Buku

Judul Buku : Sejarah Daerah Kabupaten Karimun

Penulis : Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang

Penerbit : Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Karimun

Harga : -

Tebal : viii + 210 halaman

Era reformasi yang ditandai dengan jatuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998 ikut mendorong terbentuknya pemekaran daerah-daerah di Indonesia. Salah satunya adalah Kabupaten Karimun, yang sebelumnya merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas tiga kecamatan, yakni Kecamatan Karimun, Kecamatan Tanjung Batu dan Kecamatan Moro.

Sebagai daerah yang resmi menjadi salah satu Kabupaten di Indonesia yakni dengan dikeluarkannya UU no 53 tahun 1999 ( hal 144 ), kehadiran buku Sejarah Daerah Kabupaten Karimun ini pada tahun 2001 diharapkan memperkuat eksistensi Kabupaten ini di mata masyarakat nasional dan internasional. Betapa tidak, sebagai daerah yang posisinya strategis di jalur perdagangan dan industri, mutlak diperlukan adanya buku pedoman tentang sejarah sekaligus potensi yang dimilikinya demi perkembangan kemajuan daerah itu sendiri.

Buku ini perlu dibaca oleh seluruh kalangan, terutama bagi mereka yang ingin memahami sejarah dan budaya masyarakat Kepulauan Riau pada umumnya, dan Kabupaten Karimun khususnya yang dapat dipelajari dengan membaca sejarahnya melalui buku ini. Sesuai dengan tujuan diterbitkannya ,diharapkan dunia wisata Kabupaten Karimun mendapatkan kemajuan, dan pengembangan potensi sumberdaya alam,industri dan perdagangan membawa berkah bagi masyarakatnya, tanpa melupakan sejarah masa lalu daerahnya.

Buku ini merupakah hasil penelitian Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang yang merupakan unit pelaksana teknis dari Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Deputi Bidang Pelestarian dan Pengembangan Budaya, Kementrian Negara Kebudayaan dan Pariwisata yang dilaksanakan pada tahun 2001. Dalam penelitian, badan ini bekerjasama dengan denga berbagai pihak, yakni Pemerintah, swasta, maupun Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang yang sama, baik dalam maupun luar negeri.

Sebagai buku yang ditujukan untuk merekam sejarah suatu daerah, sistematika penulisan dibuat sebagaimana lazimnya laporan hasil penelitian. Pada Bab I Pendahuluan dengan gamblang dijelaskan Latar Belakang Masalah, Tujuan, Ruang Lingkup, Metode dan Sistematika Penulisan. Kemudian dilanjutkan Bab II mengenai Asal Usul nama Daerah Kabupaten Karimun, Bab III sd Bab VI memuat sejarah Karimun yang terbagi dalam beberapa masa penguasa/kerajaan tertentu, dan Bab VII merinci kehidupan ekonomi sosial budaya dan peninggalan sejarah masyarakat Karimun dan Bab VIII merupakan Penutup.

Bagi Anda yang ingin tahu lebih jauh tentang asal usul nama-nama daerah di Kabupaten Karimun, di sini diungkapkan bahwa pemberian nama tempat tersebut didasarkan kepada cerita rakyat yang diturunkan secara turun temurun sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya masyarakat. Sebagai contoh adalah pemberian nama Karimun ( hal 11 ) yang berasal dari ucapan dari seorang pedagang bernama Syech Jalaludin yang pada saat beristirahat di sebuah pulau, melihat cahaya yang keluar dari gunung dan serta merta memuji kebesaran Allah dengan menyebut “Ya Allah Ya Karim yang Mulia”. Kemudian berturut-turut adalah sejarah asal usul nama Tanjung Balai ( hal 14 ), Pulau Buru ( hal 15 ) Tanjung Batu dan Alai ( 17 ) serta Moro ( hal 18 ).

Daerah Karimun dari masa ke masa memiliki peranan penting dalam dunia perdagangan dan transportasi laut, mengingat posisinya yang strategis di persimpangan Selat Malaka dengan laut Cina Selatan dan wilayah Sumatra. Dari zaman dahulu sampai saat ini dengan kondisi demikian, laut di Kepulauan Karimun tidak terlepas dari kehadiran lanon atau bajak laut. Di satu sisi, posisi strategis suatu daerah sangat menguntungkan, sementara di sisi lain timbul problem sosial yang harus diwaspadai terus menerus. Sebagaimana daerah lainnya di Indonesia, sejarah Karimun juga tidak terlepas dari pengaruh kerajaan-kerajaan misalnya Sriwijaya pada abad 13 dengan penguasaannya atas jalur perdagangan Selat Malaka. Kemudian berturut-turut di bawah pengaruh Kerajaan Bentan dan Tumasik ( Singapura ) dan Kerajaan Malaka sebelum Islam yang dipimpin Parameswara. Kemudia Parameswara memeluk Islam pada tahun 1414 dan mengubah namanya menjadi Iskandar Syah yang memberi warna baru terhadap Hukum-Hukum Adat Malaka. Pada tahun 1511 Malaka runtuh dan diganti dengan kesultanan Johor pada tahun 1722.

Sejak penguasaan atas Singapura, Inggris berperan dalam membentuk Kerajaan Riau-Lingga tandingan yang berkedudukan di Singapura yang mengakibatkan sengketa pihak kerajaan yang sebenarnya bersaudara yakni Sultan Abdul Rahman dan Tengku Husin di bawah bayang-bayang dua kekuatan besar, yakni Inggris dan Belanda di mana Karimun berada di bawah kekuasaan Riau Lingga yang berkedudukan di Lingga.

Pada zaman Pendudukan Jepang tidak banyak yang kita ketahui situasi Karimun dari buku ini, karena yang dikisahkan sebagian besar adalah kondisi Kepulauan Riau secara umum. Yang jelas, penduduk Kepualaun Karimun tidak ada yang dilibatkan sebagai tenaga kerja paksa ( Romusha ) melainkan dimanfaatkan Jepang untuk menjadi tenaga sukarela menjaga pulau-pulau dengan nama Gyutai serta kaigun ( hal 92 ). Sementara itu kondisi dan kondisi Kepulauan Karimun pada saat Agresi Militer II seharusnya dibuat dalam sub bab sendiri, dalam buku ini dimasukkan dalam sub bab Penjajahan Jepang, padahal penjajahan Jepang sudah berakhir pada Agustus 1945.

Pada periode 1949 - 1966 dapat dipetik kesimpulan bahwa daerah Karimun pada masa itu tidak berlaku system BC ( Barter Cosignasi ) dan LC ( Letter of Credit ), karena daerah ini sejak zaman penjajahan merupakan daerah Buitus de Tolgibeid ( bebas Bea dan Cukai ), artinya jaringan perdagangan dengan luar negeri terutama dengan Singapura dapat dilakukan sebagaimana aktivitas perdagangan di dalam negeri dengan mata uang yang sah adalah dollar Singapura.

Sementara itu, Kepulauan Karimun yang terdiri dari beragam etnis tidak terlepas dari konflik antar etnis tersebut. Peristiwa konflik terjadi tahun 1964 antara etnis Cina dengan suku Bugis, suku Sumbawa dengan Flores dan Melayu dengan Batak. Konflik yang terjadi diakibatkan oleh kesalahpahaman, yang pada akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.

Masa konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1963 berimbas selama tiga tahun berikutnya di daerah Karimun. Hubungan daerah Karimun dengan Singapura dan Malaysia sangatlah erat, sehingga akibat dari konfrontasi dengan Malaysia membuat Karimun terisolasi dari dunia luar yang selama ini dianggap “menyatu” dengannya.

Keadaan membaik karena pada tahun 1967 barang-barang dari dalam negeri mulai memasuki pasaran Daerah Karimun dan sekitarnya sehingga ketergantungan terhadap Singapura dan Malaysia mulai ditinggalkan. Dengan dikeluarkannya Keppre no 74 tahun 1971, yang berisi tentang pengembangan Pulau Batam, yang dilaksanakan oleh Otorita Batam, dengan serta merta ekonomi Batam tumbuh dengan pesat. Keadaan itu berimbas kepada Daerah Karimun yang merupakan daerah penyangga Pulau Batam.

Akhirnya, pertambangan batu granit di Karimun untuk pertama kali dilaksanakan oleh PT Karimun Granit, disusul dengan eksploitasi tambang lainnya yakni timah, pasir laut, dan pasir darat. Menyusul industri pertambangan, adalah industri galangan kapal yang cukup banyak menyerap tenaga kerja dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah Karimun. Agaknya, kehadiran dua industri ini menjadi leverage bagi kemajuan industri lain di bidan perikanan, perkebunan, dan peternakan.

Wilayah Kabupaten Karimun beserta Kecamatan termasuk luas dan jumlah penduduk dan Kelurahan / Desa di bawahnya dapat diketahui pada halaman 146-148 pada buku ini. Hal ini juga sangat membantu para pembaca buku ini untuk mengetahui lebih dalam Daerah Karimun. Akhirnya, bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut tentang industri dan perdagangan juga diungkap dengan lebih lengkap di Bab ini.

Karena letaknya yang strategis, potensi pariwisata Karimun dan sektor pendukungnya ikut berkembang . Karenanya, industri transportasi laut juga berkembang pesat. Efek negatif dari kenajuan dunia wisata juga diungkap di sini, misalnya resiko merosotnya moral sebagian masyarakat dan wabah AIDS / HIV. Sementara kehidupan sosial masyarakt Karimun yang multietnis terjalin dari hubungan ekonomi dan perdagangan. Dalam kehidupan bergama pun terlihat toleransi yang cukup terpelihara dengan baik.

Sampai saat ini kesenian tradisional masyarakat Melayu di Karimun terpelihara dengan baik. Demikian juga peninggalan sejarah Kepulauan Karimun saat ini dipertahankan dan dikembangkan menjadi objek wisata sejarah yang makin memperkuat identitas dan eksistensi Daerah Karimun di mata khalayak baik nasional maupun internasional.

Buku ini perlu diedit lagi terutama dalam masih terdapatnya kesalahan ketik pada kata, tanda baca, maupun penempatan periode sejarah pada Bab yang tepat seperti yang telah disinggung di atas. Namun demikian, informasi dan pengetahuan yang terdapat dalam buku ini sangat bermanfaat dan memberikan pencerahan bagi para pembacanya. Tekad yang kuat dan keberanian untuk menerbitkan buku ini patut dihargai.

Akhirnya, kehadiran buku ini cukup menggambarkan sejarah Daerah Karimun lebih mendalam. Buku ini dianjurkan dibaca bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah, para wisatawan, investor , kalangan bisnis,dll yang dapat menjadi acuan dalam melakukan kegiatan dalam bidan masing-masing. Bagi mereka yang ingin berdomisili di Karimun dengan berbagai motif, kiranya buku ini menjadi buku wajib untuk bisa sukses.

Membuang Limbah dari Tulisan

Di sini, kita mengupas bagaimana menulis di blog, mudah-mudahan bermanfaat.Kebetulan, kata yang diambil sama dengan ilustrasi di atas, tapi tulisan ini mencoba menawarkan “How To” atau BAGAIMANA MENULIS DI BLOG dari kata LIMBAH.

LIMBAH yang dimaksud adalah singkatan, yang mudah-mudahan dapat menjadi renungan :

L = Lamban. Sebaiknya tulisan bertempo cepat, agar yang baca gak bosan. Tulisan panjang yang ngalor ngidul malah bikin puyeng. Kecuali Anda memang kutu internet, duduk lama-lama hanya untuk membaca tulisan yang panjang, tapi gak ada isi. Menurut saya sih, biar pendek, tapi pembaca bisa mengambil manfaat seumur hidupnya / bisa diamalkan.

I = Inefisiensi. Tak perlu menulis hal yang tak terkait dengan tema. Jangan melebar. Pembaca akan bingung.

M = Mis Understanding. Sedapat mungkin tulisan jangan menimbulkan kesalahpahaman. Jaga perasaan pembaca. Berpikirlah. Dan pakailah perasaan. Karena pembaca Anda adalah manusia yang jiwanya hanya dianugerahi selaput tipis yang namanya ‘perasaan’.

B = Bertele-tele. Penyampaian yang tak jelas. Jangan menulis ketika pikiran dalam keadaan kalut.

A = Apatis, ini juga gak bagus. Usahakan menulis, minimal memberi komentar, tapi bacalah sebuah tulisan dengan baik terlebih dahulu. Peduli dengan tulisan teman dan memberi komentar, dan Anda akan menerima dampak positifnya

H = High Language . Gunakan bahasa yang populer. Gak perlu pakai istilah ilmiah yang tidak dimengerti. Jika memang terpaksa, bikin terjemahannya dalam kurung. Bila perlu, bahasa yang digunakan sehari-hari di kedai kopi.

Bagaimana, Anda setuju ?

Maksud saya, Anda setuju membuang LIMBAH ??

Sunday, October 9, 2011

Lamunan Penulis Kreatif

Aku tak tahu lagi apa yang harus kutulis. Sudah habis kubaca beberapa buku baik itu teknik dan motivasi menulis, kumpulan kisah bijak hingga kumpulan cerpen Putu Wijaya, Hemingway, Mochtar Lubis, dan Makmur Hendrik. Kok saat ini malah kehabisan bahan ? Bukankah orang bilang jika lancar menulis mesti banyak membaca ? Heran. Lalu mengapa hingga tengah malam ini aku belum juga mendapatkan ide yang cemerlang ?

Friday, October 7, 2011

Kunci Sukses Merantau

Entah mengapa, penjual soto nasi (istilah Soto Padang) di kawasan Penuin Batam ini curhat tadi pagi. Mungkin pagi ini saya pembeli pertama. Dagangannya memang digelar mulai pukul 6.30 WIB. Ujang, sebut saja namanya demikian, mengeluhkan karyawannya yang tidak kembali sejak libur Lebaran lalu.

Sebenarnya, yang dikeluhkan Ujang adalah etos kerja anak-anak muda yang pernah direkrutnya untuk membantunya berdagang di Batam. Menurut Ujang, mereka terlalu cepat ingin sukses dan enggan melewati proses. Ujang sendiri memulai usaha yang digelutinya sejak 1990an itu dengan modal dengkul. Mengandalkan semangat dan kegigihan yang mesti dikobarkan setiap hari.

Ia lalu menceritakan awal kedatangannya di Batam. Seminggu lamanya ia menganggur dan tak makan nasi. Sementara itu, dia tidak memiliki kompetensi yang memadai di lapangan kerja formal. Yang dia punya hanyalah kemampuan yang pas-pasan sebagai tukang masak (koki) dari orang tuanya dan itu pun belum pernah diterapkan untuk bisnis.

Setelah kerja serabutan beberapa waktu, akhirnya Ujang mendapat peluang untuk menjual bawang goreng dari pemesan di Singapura. Keren? Tidak juga. Singapura bagi orang Batam bukanlah sesuatu yang jauh, megah, asing demikian juga sebaliknya orang Singapura memandang Batam. Mungkin berbeda pandangan orang dari daerah lain. O ya, bawang goreng itu diolah sendiri, sehingga keuntungan yang didapat bisa ditumpuk menjadi modal.

Akhirnya Ujang membuat ketetapan untuk bisnis intinya : menjual Soto Padang, lontong sayur (ketupat gulai) dan gado-gado. Jelas, Batam adalah pasar yang gemuk untuk bisnis ini. Usahanya pun makin besar dengan menyewa lokasi di pasar Jodoh dan sebuah gerobak yang bisa ditarik dengan motor di kawasan Penuin, Baloi.


Seiring dengan meningkatnya aset, Ujang membangun rumah yang besar. Ada sembilan kamar. Semua itu dimaksudkan untuk menopang usahanya. Satu atau dua kamar disediakan untuk karyawannya. Sisanya disewakan. Tapi, rasa kecewa muncul ketika karyawan yang direkrut tidak bertahan lama. Padahal mereka sudah digaji layak sebesar UMR, kamar dan makan ditanggung oleh Ujang. Menurut Ujang, rata-rata anak muda yang pernah bekerja dengannya terjebak oleh gemerlapnya Batam. Rasa kecewanya bertambah jika diingat masa lalunya ketika merintis usaha di Batam. Yang dimulainya dengan keringat dan air mata.

Agaknya, dari pengusaha kecil yang sudah memiliki aset ratusan juta rupiah ini kita dapat memetik hikmah. Khususnya yang berketetapan hati untuk meninggalkan kampung halaman mengubah hidup. Kira-kira dapat kita simpulkan kunci sukses merantau :
  1. Bekali diri dengan iman
  2. Miliki penguasaan kompetensi di satu atau beberapa bidang kerja atau wirausaha
  3. Memiliki dan menguasai seluk beluk satu atau lebih produk
  4. Jangan terlalu cepat ingin kaya, nikmati proses
  5. Jangan mudah tergoda kenikmatan sesaat atau DUGEM
  6. Persistensi / kegigihan dalam mencapai tujuan
  7. Menabung dan investasi untuk jaga-jaga atau pengembangan usaha
  8. Jangan sia-siakan setiap peluang atau kesempatan
  9. Bekali diri dengan senjata abad ini : handphone yang harus bisa dioptimalkan untuk bisnis dan pekerjaan
  10. Silahkan tambahkan pada komentar di bawah...hwakakakak
Mudah-mudahan tulisan sederhana ini mampu membekali siapapun yang ingin merantau. Ingatlah, kita berhak hidup dan mencari nafkah di manapun di muka bumi ini. Masalah status penduduk, itu hanya soal administrasi. Bagaimana?

Bonus, lihatlah foto berikut :
Pengusaha kecil tidak bersaing dengan pengusaha besar. Mereka bersimbiosis. Mirip simbiosis Vivanews dengan para blogger. Saya pribadi tidak yakin semua tamu hotel makan di restoran hotel. Pasti ada yang iseng makan di emperan :


Jangan lupa untuk mengenang senyum orang ini di dunia nyata :